Perpisahan SNELIK 2008

Week end go to Talaga Remis

Week end go to Curug Muarajaya Majalengka

Pengaruh Kebudayaan Jepang

Pengaruh kebudayaan jepang

Jepang memang dahsyat! Negeri Matahari Terbit ini paling tahu caranya "menjajah" bangsa lain. Kelar menguasai pasar otomotif dan elektronik, kali ini giliran musik dijadikan alat.

Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, kita jadi punya kesempatan buat mengetahui perkembangan musik global. Akses internet yang mudah dan murah bikin kita bisa berkenalan dengan band-band di luar Inggris dan Amerika.

Yang sempat lumayan santer kedengaran sih barisan band asal Nordic alias Skandinavia. Band-band kayak Carpark North, Mew, Junior Senior, dan Saybia sempat jadi "raja" di tangga-tangga lagu radio lokal. Lagu-lagu mereka pun jadi sering banget dibawakan di pensi-pensi. Ngetop banget deh, pokoknya!

Selanjutnya, giliran Asia yang dapat berkah. Diawali grup vokal Taiwan kayak F4, 5566 dan Comic Boyz, musisi asal benua kuning menjelma menjadi idola. Gara-garanya apalagi kalau bukan tampang cute mereka sempat wara-wiri di sinetron buatan Taiwan dan Korea yang memang digemari di negeri kita.

Setelah itu, rombongan musisi Jepang ikutan memasuki pasar musik Indonesia. Awal tahun 2000 ada Utada Hikaru. Nih cewek sempat terkenal di seluruh Asia karena dinilai punya talent amat besar yang bisa menyamai talent penyanyi Eropa.

Lantas, ada juga Mika Nakashima, Anzen Chitai, dan The Gospellers. Kendati enggak senendang Hiki (nickname Utada Hikaru-RED), barisan pengikut ini punya penggemar yang amat loyal.

Belakangan, pengaruh musisi Jepang di Indonesia makin kuat. Barisan roker yang dimotori L’arc-en-Ciel membuat banyak orang tergila-gila. Buntutnya, mulai banyak yang mengoleksi album-album band Jepang.

Meningkatnya penjualan album-album Jepang diakui oleh Peter Hendarmin, Label Manager Sony-BMG Music Entertainment Indonesia. Menurut Peter, angka penjualan album-album Jepang memang meningkat drastis dua tahun belakangan, terutama untuk album-album J-Rock.

"Kalau biasanya album Jepang terjual sekitar 5.000 kopi, sekarang album-album Laruku bisa terjual lebih dari 15.000 kopi. Malah, album Smile yang dirilis tahun 2003 lalu terjual 25.000 kopi. Angka ini benar-benar fantastis untuk ukuran album Jepang," ujar cowok berambut tipis ini menjelaskan.

Penjualan album yang meningkat ternyata berimbas pula pada tingginya request lagu Jepang di radio. Dalam sehari, sebuah radio bisa menerima puluhan request singel-singel Jepang.

Wajar kalau banyak radio yang lantas membuka chart- nya untuk lagu-lagu jenis ini. Malah, ada radio-radio yang bikin acara yang khusus memutarkan musik Jepang. Misalnya MTV Sky di Jakarta, KISS FM dan Pro 3 FM di Bogor.

Satu dekade

Kalau mau ditarik sejarahnya, sebenarnya menyusupnya pengaruh J-rock dimulai sejak pertengahan ’90-an. Tepatnya saat Indonesia dilanda demam anime (film kartun Jepang).

Saat itu banyak banget judul anime yang beredar di Indonesia. Dari Samurai-X, Saint Seiya, City Hunter, sampai Detective Conan. Semuanya menawarkan cerita yang apik plus lagu tema yang enak didengar.

Berhubung banyak orang Indonesia yang "gila anime" saat itu, semua hal yang berhubungan dengan anime dikulik habis, termasuk band-band yang menyanyikan soundtrack-nya.

Ternyata, setelah diselidiki, banyak musisi tenar Jepang yang ikut menyanyikan soundtrack anime. Misalnya saja, Laruku yang kebagian menyanyikan soundtrack serial Samurai X. Ada juga TM Network yang mengisi soundtrack-nya City Hunter dan Gundam. Selain itu, ada Mitsuko Horie, penyanyi solo yang unjuk vokal di soundtrack serial Saint Seiya dan Candy-Candy.

Gara-gara jatuh cinta sama lagu-lagu yang mereka nyanyikan, mulai deh beberapa orang coba ngulik lagu-lagu lainnya. Sayang, karena keterbatasan informasi, waktu itu susah banget mendapatkan album-album Jepang. Kalaupun ada, biasanya didapat dari seorang penggemar yang spesial mengimpor album itu langsung dari Jepang. Hal ini pula yang menyebabkan komunitas pecinta lagu Jepang amat sedikit jumlahnya saat itu.

"Kalau ingat waktu itu, kadang-kadang gue ketawa sendiri. Soalnya, demi mendapatkan album rock Jepang yang ada lagu soundtrack-nya, gue benar-benar harus berjuang. Cari info di sana-sini. Bahkan, gue rela mengeluarkan duit lumayan banyak cuma buat beli bajakannya," kenang Tommy, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasila, yang freak banget sama musik Jepang.

Hal senada terlontar dari bibir Happy, pemerhati musik Jepang yang sekarang berprofesi sebagai manajer sebuah band beraliran J-Rock. Menurut dia, "Dulu, enggak banyak toko CD yang mau mengimpor album-album Jepang. Akibatnya, kami harus nyari secara underground. Malah kalau perlu di-burn di komputer. Sekarang sih enak. Udah banyak toko CD yang mau mengimpor. Bahkan, sudah ada beberapa album yang dicetak di Indonesia. Makanya, harganya bisa miring. Enggak mahal kayak buatan Jepang," ungkap cewek yang jatuh cinta sama musik Jepang gara-gara soundtrack Candy-Candy dan Saint Seiya ini.

Eksklusivitas musik Jepang ternyata menarik beberapa orang untuk memainkan musik jenis ini. Awalnya sih cuma ada beberapa gelintir band.

Lagu-lagu yang dimainkan pun enggak jauh-jauh dari lagu tema anime. Mulai dari lagu tema Voltus, Dora Emon, sampe Crayon Sinchan.

Ternyata, penampilan mereka lumayan dapat sambutan. Band-band kayak Wasabi dan Japanese Heroes mulai jadi bahan omongan di kalangan pencinta musik.

Kesuksesan mereka ternyata mengilhami terbentuknya band-band pengusung J-Rock baru. Misalnya nih, J-Rocks, Jeto dan Leto di Jakarta serta Sound Wave dan Lucifer di Bandung.

Serunya, band J-Rock generasi baru ini cukup kreatif buat ngulik singel-singel band J-Rock kayak X-Japan, Laruku, Luna Sea, Dir and Grey serta Asian Kung Fu Generation. Ada juga yang bisa bikin lagu sendiri. So, saat manggung, mereka enggak melulu membawakan lagu-lagu anime.

Keberadaan mereka pun mulai diakui secara luas. Banyak dari band-band ini yang lantas jadi langganan tampil di pensi-pensi dan acara musik lain. Sambutan yang mereka terima pun cukup meriah. Enggak kalah dibandingkan band-band yang dipengaruhi musisi Amerika dan Inggris.

Daya tarik

Musik J-Rock ternyata punya ciri unik. Meski banyak dipengaruhi musik rock dan metal Barat, musik J-Rock bisa tampil dengan cirinya sendiri. Notasi-notasinya unik. Sound- sound-nya cempreng. Didukung dengan liriknya yang berbahasa Jepang, lagu-lagu J-Rock jadi terasa misterius. Habis, jarang banget yang tau artinya.

Di luar musik, ada daya tarik lainnya adalah nyaris semua band-band Jepang punya ciri khas saat tampil di atas panggung. Laruku, misalnya. Band ini tampil dengan gaya dandan khas bangsawan abad pertengahan. Lantas ada Malice Maizer yang muncul dengan gaya baroque, Asian Kung Fu Generation dengan gaya punk, dan masih banyak lagi.

Singkatnya, band-band Jepang amat memerhatikan penampilan. Mereka sadar, penampilan adalah salah satu cara membangun image mereka di depan penggemar. Hal inilah yang mereka sebut sebagai Visual Kei.

Konsep Visual Kei ini belakangan banyak ditiru oleh band-band J-Rock lokal. Mereka berlomba-lomba membangun image band dengan style yang sesuai dengan musik mereka. Kadang, penerapan Visual Kei ini memang membuat sebuah band terlihat norak. Namun, kalau itu memang diperlukan, kenapa enggak dicoba? Siapa tahu, kenorakan itu bisa bikin sebuah band tambah tenar dan diingat orang.

Belum mendalami musik Jepang dan pengin nyicipin "dijajah" lewat musik?

Santai aja! Soalnya acara- acara berbau Jepang lumayan sering digelar setahun belakangan. Menurut Happy, setiap dua bulan sekali pasti ada acara jepang-jepangan di Jakarta. Yang terdekat adalah "Bunkasai", acara bikinan Universitas Bina Nusantara yang digelar di Tennis Outdoor Senayan, Minggu (12/6).

0 komentar:

Copyright © 2008 - www.muhamadsaiful.co.cc - is proudly powered by Blogger
Blogger Template